AGAR “TUNAS BERINGIN” BERTAMBAH SEGAR (Catatan Jelang Musda ke-4 Golkar Mabar)

Penulis Sil Joni pemerhati masalah sosial dan politik.
Di tengah hingar-bingar isu pemberian ‘tiket politik’ partai politik (parpol) kepada para bakal calon (balon) yang berlaga dalam kontestasi Pilkada Mabar 2020, Partai Golkar Mabar dikabarkan melaksanakan sebuah hajatan yang tidak kalah seksi secara politik. Jika tidak ada hambatan yang berarti, Dewan Pengurus Daerah (DPD) Partai Golkar Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) akan menyelenggarakan Musyawarah Daerah (Musda) yang ke-4 pada tanggal 29 Juli 2020. Musda yang digagas itu akan mengusung agenda tunggal: Pemilihan Ketua DPD tingkat Mabar.
Pertemuan politik akbar itu, tentu saja menyedot dan menguras energi atensi para pengurus yang saat ini sedang terfokus pada upaya ‘merebut dan mengamankan tiket politik’ dari sejumlah parpol agar kader Golkar bisa menjadi aktor utama dalam kompetisi Pilkada tersebut. Sampai pada saat tulisan ini digarap, balon yang merupakan ‘kader Golkar’ diisukan belum mendapatkan Surat Keputusan (SK) politik final dari sejumlah Parpol.
Sementara itu, kita tahu (minimal dari pemberitaan media) bahwa ada dua kader Golkar Mabar yang bakal menjadi petarung dalam kontestasi ini. Pertama, Matius Hamsi, ketua DPD Golkar tiga periode dan pernah menjadi ketua DPRD Mabar selama tiga periode. Beliau dipastikan akan berduet dengan Tobias Wanus (Paket Hati) Kedua, Belasius Jeramun, seorang politisi dan kader senior partai Golkar. Beliau pernah juga menjadi ketua DPRD Mabar dan sampai saat ini masih menjadi anggota DPRD Mabar. Sebelumnya, pak Belasius maju melalui jalur perseorangan bersama Fidelis Pranda. Namun, skenario itu tidak bisa diteruskan sebab pak Fidelis sudah ‘menghadap Sang Khalik’.
“Kepergian pak Fidelis” tak menyurutkan gairah politik pak Belasius untuk meneruskan idealisme menjadi ‘pemimpin politik top’ di Mabar. Lobi dan negoisasi terus dibangun dengan sejumlah pimpinan parpol guna mendapatkan ‘kendaraan politik legitim’ dalam mengarungi musim Pilkada ini.
Peta konstelasi politik terkini menunjukkan bahwa kans kedua tokoh itu dalam mendapat SK dukungan dari Golkar boleh dibilang masih fifty-fifty. Tetapi, beberapa media lokal mensinyalir isu bahwa besar kemungkinan SK itu diberikan kepada pak Belasius Jeramun yang berpasangan dengan Mario Pranda (Paket Praja Muda).
Tensi dan rivalitas politik dalam tubuh Golkar Mabar, dengan demikian semakin tinggi. Di tengah latar ‘persaingan sengit’ itulah Musda Golkar ke-4 itu segera digelar. Publik tentu tidak sabar ‘menunggu’ kira-kira keputusan politik seperti apa yang bakal dihasilkan dalam musda itu nanti.
Isu Regenerasi: Agar Beringin Tambah Segar
Lepas dari aneka gesekan kepentingan politik subyektif dari para kader Golkar itu, publik sebetulnya sangat mengharapkan munculnya proses peremajaan atau regenerasi kepengurusan dalam tubuh Golkar Mabar. Kita tahu bahwa dalam tiga edisi Musda sebelumnya, Matius Hamsi (MH) selalu tampil sebagai kampium. Saya tidak tahu persis soal Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) partai Golkar perihal penentuan posisi ketua DPD dan durasi waktu untuk menggenggam jabatan itu. Apakah ada pasal khusus yang menegaskan bahwa seorang kader bisa menjadi ketua DPD seumur hidup?
klik disini untuk mendukung calon bupati dan wakil bupati mabar https://jaringpos.com/pilkada-manggarai-barat-tahun-2020-1/
Jika kita mengacu pada ‘mekanisme demokrasi prosedural’ umumnya, seorang kader hemat saya bisa menjadi ketua selama dua periode. Namun, ada juga yang menerapkan kebijakan khusus atau semacam ‘diskresi’ sehingga seseorang boleh memimpin lebih dari dua periode. Posisi MH sebagai ketua DPD tiga periode, boleh ditafsir sebagai penerapan diskresi politik semacam itu. Tetapi, pertanyaannya adalah sampai kapan diskresi itu diberlakukan? Apakah diskresi itu dijalankan seumur hidup?
DPD Mabar akan merotasi posisi jabatan ketua dan para pengurusnya dalam Musda ke-4 ini. Kita belum tahu pasti apakah MH akan maju dan masih mendapatkan diskresi politik. Apapun keputusan MH, tidak membatasi publik untuk sekadar beropini terkait makna strategis-politis pelakasanaan Musda ini.
Musda ke-4 partai Golkar Mabar, menjadi momentum ‘titik balik’ untuk mengevaluasi sekaligus merancang strategi politik baru untuk merebut kembali ‘kejayaan Golkar’ yang sempat pudar pada periode ini. Hemat saya, upaya untuk membuat Golkar (pohon beringin) kembali menjadi ‘partai besar (pemenang) di Mabar, isu regenerasi dan kaderisasi perlu direpons secara serius. Musda ke-4 ini mesti menjadi pintu masuk untuk mulai komit pada isu peremajaan politik itu.
Sebetulnya, ada banyak kader potensial dengan ‘jam terbang’ politik yang tidak diragukan yang dibesarkan di bawah rindangan ‘Pohon Beringin’ ini. Belasius Jeramun, Fidelis Adol, Dormansi Dogon, untuk menyebut beberapa di antaranya yang sangat layak diorbitkan untuk merengkuh posisi itu. Golkar Mabar tidak kekurangan ‘stok kader’ berbakat dan berbobot. Mengapa kader-kader hebat ini tak didorong untuk tampil lebih menggigit dan optimal dalam menguasai pasar politik di level lokal saat ini.
Dari nama-nama besar itu, mungkin pak Belasius Jeramun relatif memiliki sumberdaya politik yang lebih besar. Sumber daya yang dimaksudkan itu bukan saja karena beliau pernah menjadi Ketua DPRD dan masih menjadi anggota DPRD saat ini, tetapi juga memiliki ‘rekam jejak’ ditempa sebagai kader militan dan tangguh dalam Golkar sejak kabupaten Mabar dibentuk. Artinya, figur sekelas pak Belasius ini sudah sangat berpengalaman baik dalam kerja-kerja politik organisatoris maupun ketika berkiprah sebagai ‘politisi’ di ruang parlemen. Apalagi saat ini, nama Belasius Jeramun juga digadang-gadang sebagai salah satu kandidat bupati yang diperhitungkan.
Jadi, saya berpikir bahwa Pak Belasius Jeramun bisa menjadi ‘salah satu figur alternatif’ untuk mewujudkan mimpi ‘menghidupkan tunas-tunas beringin’ di Mabar. Golkar Mabar sangat membutuhkan sosok politik yang kreatif dan inovatif dalam merawat dan membesarkan ‘Beringin’ yang agak loyo dalam beberapa tahun terakhir. Sudah saatnya, sirkulasi ‘darah kekuasaan’ yang lebih segar, menjalar dalam tubuh Golkar Mabar.
Tanggalkan Egoisme Politik
Demi masa depan Golkar Mabar dan juga ‘nasib publik’ Mabar, sudah sepatutnya para elit (baca: pengurus partai) menaggalkan egoisme pribadi dalam berpolitik. Golkar tak boleh dijadikan ‘kendaraan’ untuk mengangkut tumpukan kepentingan yang bersifat subyektif. Kita harus ‘tertantang’ untuk lebih memikirkan kepentingan banyak orang. Para elit partai sedapat mungkin bisa berpikir dan bertindak sebagai seorang negarawan sejati.
Ketokohan seseorang tidak akan luntur hanya karena ‘tak memegang jabatan ketua partai’ lagi. Mengapa? Publik sudah sangat cerdas menilai bahwa ada kepentingan yang lebih besar dan mulia ketika seseorang yang relatif tidak produktif lagi, tak lagi berkiprah secara total dalam ruang politik kekuasaan. Dengan memberi ruang dan peluang kepada kader yang lebih muda dan berenergi secara politik, seorang sesepuh politik sebetulnya sudah bertindak sangat arif. Kontribusi politiknya tak kalah bernilainya ketimbang ‘sang tokoh tua’ harus paksa diri bertarung dalam panggung politik kekuasaan itu.
Seandainya kelompok petahana tak mencalonkan diri, maka daya destruktifnya akan lebih parah jika dalam Musda kali ini, kita merancang sebuah skenario yang cenderung ‘berpihak’ pada pemenuhan kepentingan kita sendiri. Sebagai contoh, kita memanfaatkan ‘wewenang politik’ untuk memobilisasi dan memengaruhi anggota Musda untuk menjatuhkan pilihan yang relatif ‘tak masuk dalam radar rasionalitas publik’. Kita merekomendasikan figur yang sama sekali tak memenuhi syarat untuk menduduki posisi itu.
Jika skenario seperti itu yang dikedepankan, berarti kita tak mau ‘melepaskan’ nafsu politik yang bersifat egoistis dalam diri kita. Artinya, kita tetap menginginkan ‘Beringin’ tetap kerdil. Tunas-tunas baru yang lebih segar ‘gagal bertumbuh’ secara normal.
Isi tulisan ini sepenuhnya adalah tanggungjawab Penulis