Babak Baru Kasus Zainal Tayeb, Saksi Korban Ungkap Kebohongan Tersangka

Denpasar, JaringPos | Setelah beberapa kali batal memberikan kesaksian karena masih di luar negeri, Hedar Giacomo yang menjadi korban dalam kasus dugaan menyuruh memberikan keterangan palsu di dalam akata otentik dengan terdakwa Zainal Teyeb, Selasa (12/10/2021) hadir memberikan keterangannya.
Dalam sidang yang masih digelar secara daring, dihadapan majelis hakim pimpinan I Wayan Yasa, saksi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Imam Ramdhoni dan kawan-kawan diminta untuk menceritakan atau memberikan kesaksian terkait peristiwa hukum yang dialami.
Saksi pun lalu bercerita bahwa, sebelum kasus ini bergulir di Pengadilan, pada tanggal 27 September 2017 saksi dipanggil oleh terdakwa di rumahnya di Jalan Majapahit, Kuta. “Di rumah terdakwa ini ada kesepakatan yang muncul yang dibacakan oleh notaris sebagaimana tertuang dalam akta nomor 33,” jelas saksi memulai keterangannya.
Dalam kesepatakan yang tertuang dalam akata nomor 33 itu, terdakwa menyatakan bahwa dia memiliki tanah selua 13.700 M2 yang terdiri dari 8 sertifikat yang dihargai Rp 4,5 per meter persegi. Saksi lalu sepakat untuk membayar semua itu dengan 11 cek.
“Dari 11 cek itu, dalam kesepatakan itu juga disebutkan jika salah satu dari 11 cek saya itu ada yang tidak cair, maka seluruh uang yang sudah terbayar hangus dan seluruh objek tanah dan bangunan diatasnya kembali ke terdakwa Zainal, ” terang saksi.
Pada saat itu pula, terdakwa langsung menyanggupi apa yang menjadi permintaan terdakwa sebagaimana tertuang dalam akta nomo 33 itu.”Kemudian notaris membacakan akta dan saya bersama terdakwa sama-sama mendengarkan, dimana dalam akta dan dikuatkan di dalam akta bahwa luas tanahnya adalah 13.700M2,” uangkap saksi.
Dilanjutkan saksi, setelah mendengar isi akta, kedua belah pihak setuju dan saat itu pula langsung dilakukan penandatanganan.”Seiring berjalannya waktu, kami meminta salinan atau fotocopy sertifikat, tapi tidak diberikan oleh notaris,” aku saksi.
Padahal, notaris mengatakan bahwa pada saat penandatanganan akta, semua Sertifikat sudah ada padanya dan sudah dilakukan pengecekan. “Baru setelah kami akan melakukan pelunasan, baru muncul salinan aktanya, dan saat itu langsung dilakukan pengecekan oleh staf saya yang bernama Ardika dan Citra,” terang saksi.
Nah, hasil pengecekan yang dilakukan oleh kedua stafnya ini ternyata dari 8 SHM (sertifikat hak milik) yang tertuang dalam akta No 33 luasnya tidak sampai 13.700 M2. Mengetahui itu, saksi langsung berkomunikasi dengan notaris.
Saat bertemu, notaris menyatakan mungkin ada sertifikat yang lupa dimasukkan, mengingat pembuatan akta nomor 33 hanya dilakukan dalam waktu 24 jam.”Notaris sempat mengatakan minta maaf, karena mungkin ada SHM yang belum dimaksukan dan meminta waktu untuk dilakukan perbaikan,” beber saksi.
Namun setelah ditunggu sekian lama, perbaikan yang dijanjikan oleh notaris tidak juga ada kabar beritanya sehingga saksi pun mengirimkan somasi ke pihak terdakwa. Isi somasi itu antara lain menanyakan apakah ada sertifikat lain yang belum masuk sehingga perlu dilakukan adendum (perbaikan) terhadap akta 33.
Namun, jawaban dari pihak terdakwa menyatakan bahwa bahwa sertifikat yang lain bukan merupakan objek daripada akta. Karena bukan merupakan objek dari pada akta, maka saksi menganggap telah terjadi kelebihan pembayaran. Atas kejadian itu saksi mengatakan sempat melakukan mediasi dengan terdakwa.
“Mediasi cukup lama hampir satu tahun tapi tidak ada hasil. Mediasi yang kami maksud disini adalah menanyakan apakah ada objek lain, apabila tidak ada maka bisa uang saya dikembalikan, tapi tetap tidak mau juga sehingga saya membuat laporan ke polisi dan kasusnya sampai ke persidangan ini,” terang saksi.
Jaksa lalu menanyakan bagaimana terdakwa menyakinkan kepada saksi bahwa SHM yang menjadi objek dalam akta nomor 33 luasnya adalah 13.700M2? Saksi menjawab bahwa, pada saat di rumahnya, terdakwa mengatakan, semua objek tanah di perumahan Ombak Luxury Resident dijual kepada saksi.
Saksi dalam sidang juga mengatakan, sebelumhya dia tidak pernah tahu adanya draft pembuatan akta nomor 33. Dia baru mengetahui adanya draft dalam pembuatan akta nomor 33 setelah diberi tahun oleh penyidik Polres Badung.
Selain itu saksi juga mengaku tidak tahu bahwa yang membuat draft adalah saksi Yuri Pranatomo. “Kalau saya tahu yang buat draft adalah Yuri, maka saya tidak akan mau tandatangan,” jelas saksi. Akibat perbuatan terdakwa Zainal Tayeb, saksi mengaku mengalami kerugian hingga Rp 21 Miliar.(*Alx)