Daerah

Kembali Dibully, Purwa Arsana Takut Keluar Pintu Utama Pengadilan

Mediasi Gagal, Ribuan Warga Bugbug Tolak Berdamai

Bahkan, pihaknya sempat mengajukan solusi itu ke mediator, namun sayangnya pihak Purwa Arsana menolak dengan dalih bahwa itu kewenangan prajuru untuk menyewakan, dan sudah ada berita acara Prajuru Dulun Desa Adat Bugbug. “Mereka yakin menang, jadi minta dilanjutkan ke perkara,” bebernya lagi, sembari menyebutkan mengundang semua warga untuk hadir di satu tempat guna menyatakan sikap menolak atau setuju, dengan catatan yang setuju harus lebih dari 50 persen baru dianggap memang disetujui, akan tetapi dari pihak Purwa Arsana juga tidak mau menanggapi. “Karena logikanya kalau memang disetujui warga kenapa takut?” sentilnya. Untuk itulah, dari hasil mediasi tersebut, pihak penggugat atau krama Desa Adat Bugbug meminta agar dilakukan persetujuan atau voting ulang dari masyarakat terkait penyewaan lahan resort mewah ini.

Pihaknya menegaskan, keluhan masyarakat Bugbug hanya ingin mengetahui kebenaran dari kasus yang terjadi saat ini, sehingga mereka sengaja turun bersama setelah memberikan kuasa kepada Bendesa Adat Bugbug untuk memproses gugatan kasus ini. Artinya sebagai menggugat sudah mengantongi berbagai bukti dan saksi untuk membuktikan gugatan kepada Nyoman Purwa Ngurah Arsana yang kini masih menjabat Anggota DPRD Bali dari Fraksi PDI Perjuangan itu, bersama pihak tergugat lainnya. “Saat ini kan masih proses mediasi, sebelum mediasi berakhir 2 minggu lagi di PN Amlapura,” jelasnya, seraya menegaskan sebagai kuasa hukum dari pihak penggugat merasa sangat sulit terjadinya proses mediasi yang bisa berjalan baik alias sulit menemukan kata “perdamaian”, karena masih sangat banyak warga Desa Adat Bugbug yang merasa dirugikan.

Karena itulah, kemungkinan besar terjadinya perdamaian lewat mediasi sangat kecil, karena masyarakat Bugbug sebenarnya ingin pembuktian terhadap proses yang dilakukan oleh pihak tergugat itu sesuai prosedur ataukah tidak? “Jadi bukan mencari salah menang. Tapi ingin pembuktian pelaksanaan terkait sewa menyewa. Karena yang disewakan itu adalah padruwen (milik, red) desa, sehingga semua krama desa berhak tahu kebenarannya,” ujarnya. Akan tetapi pada kenyataannya sewa menyewa ini sebagian besar masyarakat merasa tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Untuk itulah, perlu dilakukan pembuktian benar dan tidaknya apa yang telah dilakukan Kelian Desa Adat Bugbug. “Jadi bukan mencari perdamaian, dan kalah menang itu tidak ada seperti itu. Hanya untuk membuktinya yang salah ini siapa? Inilah yang harus kita luruskan,” paparnya.

Sementara dari pihak prajuru Desa Adat Bugbug bersikukuh bahwa proses pengambilan kebijakan penyewaan lahan tersebut sudah melalui mekanisme paruman dan sudah sesuai dengan aturan awig-awig Desa Adat Bugbug. Jadi jelas penyewaan lahan tanah milik Desa Adat Bugbug di masa kepemimpinan Kelian Adat Desa Adat Bugbug Nyoman Purwa Arsana sudah sesuai mekanisme dan sudah sesuai awig-awig di desa adat. Lantas kalau ada argumentasi bahwa penyewaan lahan itu harus mendapatkan persetujuan seluruh krama sehingga berakibat pada kebijakan penyewaan tanah desa adat yang diambil Kelian Desa Adat Bugbug dianggap bermasalah atau cacat hukum, Gede Ngurah kembali menegaskan dan meluruskan pemahaman yang keliru tersebut. Bahwa jelas pengambilan keputusan bersama dilakukan melibatkan Paruman Nayaka Desa yang sudah merupakan representasi perwakilan krama dan disepekati bersama Prajuru Desa Adat dalam Paruman Prajuru Dulun Desa.

“Karena krama Desa Bugbug menganggap tidak pernah memberikan persetujuan sewa lahan itu,” tegasnya. Perlu diketahui, kasus Gugatan Perdata antara penggugat, I Nyoman Jelantik selaku Jro Bendesa Adat Bugbug yang juga sebagai perwakilan warga Desa Adat Bugbug, Karangasem, kembali menyeret nama I Nyoman Purwa Ngurah Arsana, ST., selaku Kelian Adat Desa Bugbug sebagai tergugat I berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Amlapura, Karangasem, pada Rabu (22/11/2023). Selain itu, Daniel Kriso juga ikut sebagai tergugat II, bersama David Kvasnicka sebagai tergugat III, Notaris dan PPAT Kadek Joni Wahyuni sebagai turut tergugat I, PT Detiga Neano Resort Bali sebagai turut tergugat II, PT Starindo Bali Mandiri sebagai turut tergugat III, Pemerintah Provinsi Bali Cq. Gubernur Bali sebagai turut tergugat IV, Mejelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali sebagai turut tergugat V, Kementerian Investasi/ BKPM sebagai turut tergugat VI, Kemenkumham Cq Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum sebagai turut tergugat VII, Kementerian Keuangan Cq Direktorat Jenderal Pajak sebagai turut tergugat VIII, Kantor ATR/ BPN Kabupaten Karangasem sebagai turut tergugat IX, dan Kemenkumham Cq. Direktorat Jenderal Imigrasi sebagai turut tergugat X.

Laman sebelumnya 1 2 3 4 5Laman berikutnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca juga

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker