Penerima Nobel Perdamaian Uskup Belo dari Timor Leste Diduga Memperkosa Anak Laki-laki
Majalah De Groene Amsterdammer mewartakan, menyebut Belo langsung memutus sambungan telepon saat dimintai respons atas tuduhan ini.

JaringPos, Uskup legendaris Timor Leste sekaligus peraih Nobel Perdamaian, Carlos Filipe Ximenes Belo, diduga melakukan pelecehan seksual terhadap anak-anak.
Dua orang yang menjadi korban kekerasan seksual menceritakan kisah mereka, dan menuntut mantan pemimpin gereja Katolik di Timor Leste tersebut meminta maaf.
Majalah De Groene Amsterdammer mewartakan, suatu hari Uskup Belo mengundang P ke kediamannya setelah dia menghadiri misa yang dipimpin sang uskup. P yang tidak menaruh curiga apa-apa mengaku terhormat dengan ajakan Belo itu dan memutuskan datang ke alamat yang ada di jalan pesisir Dili dengan pemandangan laut yang indah itu.
Uskup Belo disebut membawa P ke kamarnya di suatu malam dan terjadi dugaan pelecehan seksual tersebut. Setelah mengalami kejadian itu, P mengaku diberi uang.
“Di pagi hari saya lari cepat. Saya sedikit takut. Saya merasa sangat aneh,” kata P seperti dikutip, Rabu, 28 September 2022.
Kejadian itu berlaku satu kali kepada P. Tapi korban lainnya, R, juga mengaku mengalami pelecehan yang sama. R yang saat itu masih berusia 14 tahun menyatakan mendapat pelecehan saat Uskup Belo mengunjungi kota tempat dia tinggal.
Sama halnya dengan P, R diminta datang oleh uskup ke biara dan saat malam tiba dia membawa korban ke kediamannya. Setelah mendapat pelecehan R juga mengaku diberikan uang yang dia anggap sebagai tutup mulut.
Berdasarkan investigasi De Groene, jumlah korban Uskup Belo diduga lebih banyak lagi. De Groene berbicara dengan dua puluh orang yang mengetahui kasus ini seperti pejabat tinggi, pejabat pemerintah, politisi, pekerja LSM, orang-orang dari gereja dan profesional.
Lebih dari separuh dari mereka secara pribadi mengenal seorang korban, sementara yang lain tahu tentang kasus tersebut dan sebagian besar membahasnya di tempat kerja. De Groene juga berbicara dengan korban lain yang tidak mau menceritakan kisah mereka di media.
Pelecehan seksual berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Tuduhan P dan R mengacu pada tahun 90-an.
“Uskup memperkosa dan melecehkan saya secara seksual malam itu”, ujar R. “Pagi-pagi sekali, ia menyuruh saya pergi. Saya takut karena hari masih gelap, sehingga saya harus menunggu sebelum saya akhirnya bisa pulang. Dia juga meninggalkan uang untuk saya agar saya tutup mulut. Dan untuk memastikan saya kembali.”
De Groene menyebut Belo langsung memutus sambungan telepon saat dimintai respons atas tuduhan ini.
Menurut Paulo, sang uskup menyalahgunakan kekuasaannya terhadap anak laki-laki yang hidup dalam kemiskinan
“Dia tahu bahwa mereka tidak punya uang. Jadi, ketika dia mengundang Anda, Anda datang dan ia akan memberi Anda sejumlah uang. Meski demikian, Anda juga menjadi korban. Begitulah cara dia melakukannya,” Paulo menjelaskan.
Gereja Katolik sangat dihormati di Timor Leste karena peran besar mereka dalam aspek keagamaan dan sebagai organisasi yang membantu dan menawarkan perlindungan untuk warganya.
Roberto menyebut, apabila tuduhan terhadap Belo dipublikasikan, hal itu akan menghebohkan negara dan merusak perjuangan kemerdekaan di masa lampau.
Selain itu, masih sulit bagi masyarakat untuk berbicara tentang dugaan kejahatan seksual Belo karena adanya risiko stigmatisasi, pengucilan, ancaman, dan kekerasan.
Belo sendiri menerima Nobel Perdamaian tahun 1996 bersama aktivis cum diplomat Jose Ramos-Horta yang kini menjadi presiden Timor Leste. Keduanya menerima penghargaan tersebut “atas kerja mereka untuk mewujudkan solusi yang adil dan damai bagi konflik di Timor Timur”.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan De Groene, Belo memiliki korban yang lebih banyak. Majalah berita ini telah berbicara dengan dua puluh orang yang mengetahui kasus ini: pejabat tinggi, pejabat pemerintah, politisi, pekerja LSM, orang-orang dari gereja, dan profesional.
Lebih dari separuhnya mengaku secara pribadi mengenal seorang korban, sementara yang lain tahu tentang kasus tersebut, dan sebagian besar membahasnya di tempat kerja.
De Groene juga berbicara dengan korban lain yang tidak ingin menceritakan kisah mereka di media. Sebagai korban, Paulo menginginkan publik untuk tidak lagi bungkam soal pelecehan seksual tersebut.
Takhta Suci, lembaga-lembaga gereja Katolik yang bertanggung jawab termasuk Dikasteri untuk Ajaran Iman (DDF), kardinal Virgílio do Carmo da Silva di Dili dan rektor mayor Kongregasi Salesian, belum menanggapi mengenai masalah ini. Uskup Belo mengangkat telepon De Groene, tetapi kemudian segera menutupnya.
Uskup Carlos Filipe Ximenes Belo bukan hanya pemimpin kuat gereja Katolik Roma Timor-Leste, tetapi juga pahlawan nasional dan mercusuar harapan bagi rakyatnya. Pada 1996, Belo menerima Hadiah Nobel Perdamaian, bersama dengan aktivis dan diplomat José Ramos-Horta, presiden Timor-Leste saat ini.(*ade)