Selebaran dan Mural di Berbagai Daerah, Ada Apa?

Jakarta, JaringPos | Goresan mural masif di sejumlah daerah. Ada yang menyebut bahwa aksi mural tersebut diorkestrasi. Ada juga yang mengatakan bahwa itu semata jeritan hati seniman mural yang terimpit situasi pandemi.
Ada yang menarik untuk dicermati dari aksi mural di berbagai daerah ini. Pertama, aksi mural menyebar dalam satu pekan di sejumlah daerah di Pulau Jawa.
Kedua, bahasa yang digunakan nyaris sama. Ketiga, polisi serentak melakukan penyelidikan tapi lalu dihentikan karena alasan yang sama: tidak ditemukan unsur pidana.
7 hari mendakan mural dan selebaran
Tapi tunggu dulu. Barangkali ada yang belum mafhum apa itu Mural. Mural adalah aksi corat – coret seni yang dilakukan di dinding yang memiliki permukaan cukup luas.
Mural bukan barang baru. Pertama kali ditemukan di Gua Chuavet, di jajaran Lembah Ardeche di Perancis Tenggara, sekitar 30 ribu tahun yang lalu.
Bahkan salah satu seniman mural Indonesia Yayak Yatmaka mengungkapkan bahwa Mural justru pertama kali ada di Indonesia, yakni di salah satu Gua di Sulawesi dan Kalimantan sejak 40 ribu tahun lalu. Mana yang benar, perlu penelitian lebih lanjut.
Tapi yang jelas Mural sudah lama digunakan untuk medium komunikasi di berbagai peradaban. Ada yang berupa kode, ada yang berupa cerita rakyat. Kini mural berfungsi sebagai ekspresi sosial.
Kembali ke mural dan selebaran yang terjadi belakangan ini. Memang faktanya masif terjadi. Ini bukan tentang tanggal dibuat, tapi tentang bahasan di media sosial.
“404 Not Found” hingga “Dipaksa Sehat”
Gambar tentang mural mulai viral di media sosial pada 12 Agustus 2021. Gambar yang beredar adalah mural di salah satu sudut Kota Tangerang, Banten.
Mural itu menggambar sosok seseorang mirip Presiden Jokowi yang matanya tertutup selembar kain bertulis “404 not found”. Entah apa yang dimaksud pembuat mural.
Yang jelas, “404 Not Found” adalah jenis informasi dalam dunia internet dengan kondisi tertentu: terhubung dengan jaringan internet tapi alamat situs tidak ditemukan.
Ada lagi gambar mural lain yang beredar. Kali ini di Pasuruan, Jawa Timur. Mural itu bertuliskan “Dipaksa Sehat di Negara yang Sakit”
Tak berhenti di sini, sehari kemudian juga ditemukan Mural, kali ini di Pasuruan, Jawa Timur. Bertuliskan, “Dipaksa Sehat di Negara yang Sakit”.
Selang beberap hari, saat HUT ke-76 Republik Indonesia di Klaten, Jawa Tengah, beredar selebaran yang ditempel di pinggir-pinggir jalan. Pesan tulisannya sama, hanya ada sedikit tambahan, “Bertahan Hidup, Dipaksa Sehat di Negara yang Sakit”.
Pada hari yang sama, selebaran lain beredar di Cileduk, Tangerang, Banten. Tulisannya “Wabah Sebenarnya adalah Kelaparan”.
Selebaran yang sama dengan Cileduk juga beredari di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, beberapa hari kemudian.
Mural dan selebaran itu kemudian dihapus oleh Satpol PP.
Soal pro-kontra penghapusan kita bisa berbicara panjang. Pertanyaannya, apakah ada “dalang” yang sama di balik aksi mural dan selebaran ini?
Siapa di belakang mural dan selebaran?
Politisi PDI Perjuangan yang juga Praktisi Hukum Henry Yosodiningrat mengungkapkan kecurigaannya.
“Saya memperkirakan kalau melihat dari bentuk-bentuk, bahasanya, saya melihat ada intellectual man behind the screen.”
Menurut Henry, aksi mural dan selebaran ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit. “Katanya lapar tapi bisa membiayai membuat tulisan seperti itu,” ungkap Henry.
Menanggapi Henry, aktivis hak asasi manusia Haris Azhar mengatakan, aksi mural itu biasa saja. Tidak ada yang istimewa.
“Dalam dunia seni ada tren. Tren soal penggunaan catnya, warnanya, hingga bahasanya. Jadi, jangan diartikan berlebihan,” kata Haris.
Henry dan Haris mengungkapkan pandangannya di program AIMAN yang tayang setiap Senin pukul 20.00 di Kompas TV. Di kutip Jaringpis.com, Senin (23/8/2021).
Haris justru khawatir dengan respons penghapusan mural oleh aparat pemerintah. Menurutnya, itu membayakan kebebasan berekspresi.
Terlepas dari alasan dikhawatirkan atau tidak, mural adalah bagian dari ekspresi masyarakat. Disampaikan dengan seni dan sebagian juga disampaikan dengan bahasa yang tinggi (high context communications).
Upaya klandestin atau bukan?
Memang sulit untuk membuktikan apakah mural ini bagian dari skenario untuk menggerakkan massa atau tidak. Juga sulit membuktikan apakah ini terkait upaya klandestin dari pihak tertentu.
Tapi yang jelas, saat ini banyak masyarakat yang memang sedang mengalami himpitan ekonomi karena pandemi. Pemerintah perlu konsisten menjalankan program-program sosial membantu masyarakat.
Program-program sosial yang sedang dijalankan pemerintah adalah bantuan sosial tunai, program keluarga harapan, subsidi gaji, berbagai kemudahan bagi usaha kecil dan menengah, serta insentif bagi sejumlah sektor usaha.
Ada mural atau tidak ada mural, program-program itu harus terus konsisten dilakukan. Anjing menggonggong kafilah berlalu.
Jadi, tak perlu risau berlebihan. Anggap saja cubitan sayang ketimbang mencari kambing hitam. Katanya (*slm)