Tanggapi Kebijakan Kadishub NTT, Vinsen Jala Menyurati Pemprov dan Pemkab Manggarai Raya

Labuan Bajo, jaringpos _ Menanggapi surat Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) NTT No 550/552.3/250/IV/2020 tanggal 11 Maret 2020 tentang ‘larangan menerima penumpang untuk jalur transportasi laut, seorang warga perantauan, Vinsensius Jala ‘menulis sebuah surat terbuka di media sosial’ yang ditujukan kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) se-Manggarai Raya.
Surat itu dibuat di Denpasar pada tanggal 14 April 2020 dan dikirim lewat media sosial dalam pelbagai platform sekaligus kepada media (press realese).
Dalam surat itu, Vinsens mengutarakan keprihatinannya terhadap nasib para perantau terkait dengan kebijakan Pemprov NTT melalui surat yang dikirim ke ASDP Sape tentang pelarangan Mengangkut penumpang dari Sape Menuju Labuan Bajo. Pasalnya, PT. ASDP Sape menjadikan surat dishub NTT itu sebagai rujukan dalam mengumumkan secara resmi perihal ‘larangan menerima penumpang’ untuk jalur Sape-Labuan Bajo dan Sape-Waingapu dari tanggal 13 April sampai 30 Mei 2020.
Sebetulnya, di satu sisi Vinsensius sangat setuju dengan pelbagai kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dalam memutus mata rantai penyebaran covid-19. Namun, terkait dengan kebijakan penutupan transportasi laut, kalau bisa ditinjau lagi.
Secara lugas, beliau menegaskan bahwa banyak anak NTT khususnya Manggarai Raya yang menjadi ‘buruh/karyawan’ di berbagai perusahaan. Hampir semua anak rantauan itu sudah ‘dirumahkan’ oleh pihak perusahaan. Pendapatan otomatis kian menipis. Sementara mereka harus bayar kos dan memenuhi kebutuhan perut. Karena itu, sangat masuk akal jika banyak yang memilih pulang kampung.
Tetapi, jika pelabuhan laut ditutup, tentu nasib warga NTT di perantauan akan terlantar. ‘Siapa yang bertanggung jawab terhadap kondisi terlantar tersebut, tegas Vinsen dalam nada retoris.
Untuk itu, ia meminta agar Pemprov dan Pemkab lebih mengedepankan protokol covid 19 terhadap warga NTT yang pulang, ketimbang menutup akses transportasi laut tersebut.
Lebih lanjut, Vinsen menambahkan bahwa hanya ada dua opsi yang masuk akal saat ini. Pertama, pemerintah bertanggung jawab terhadap nasib warga NTT di tanah rantau. Kedua, biarkan anak rantau itu kembali dengan syarat mematuhi semua peraturan yang berlaku terkait penanganan covid 19 setiap gugus tugas di wilayah masing-masing kabupaten. Dengan itu, para perantau tidak mengalami kesulitan di tanah orang tapi jika kebijakan penutupan itu tetap dijalankan maka beban anak rantau menjadi tamba rumit, demikian penuturan Vinsen dalam surtanya.(07/yb)